Notice: Undefined index: HTTP_ACCEPT_LANGUAGE in /home/u5395795/public_html/wp-content/plugins/allpost-contactform/allpost-contactform-language.php on line 17
KEADILAN — Polri Goncang, KPK Melempem, Untung Ada Jaksa Agung
Keadilan

Untung ada Jaksa Agung. Kata ini mungkin agak berlebihan. Namun terasa cukup pas menggambarkan krisisnya citra lembaga penegak hukum menjelang tahun-tahun terakhir Pemerintahan Joko Widodo.

Saat ini citra Kepolisian RI (Polri) benar-benar ambruk. Pemicunya skandal mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Pol Ferdy Sambo. Ia dipersangkakan melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya sendiri, Brigadir J, di rumah dinasnya sendiri.

Jaksa Agung ST Burhanuddin
Jaksa Agung ST Burhanuddin

Skandal pembunuhan Brigadir J makin membebani citra Polri ke titik nadir karena Sambo mengorganisir puluhan polisi untuk melancarkan dan menutupi kejahatannya. Akibatnya terlihat jelas, Sambo seakan-akan mempergunakan kekuasaannya di Polri untuk melakukan sebuah kejahatan.

Hal terakhir melahirkan presepsi mengerikan. Polri seakan-akan hanya sub ordinat dari seorang Sambo yang cuma bintang dua. Presepsi mengerikan itu kemudian seakan-akan terkonfirmasi oleh pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD, yang menyebut Sambo seperti Jenderal Bintang Lima di tubuh Polri. Sosok yang sangat berkuasa.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo bukan tak menyadari dampak skandal Sambo terhadap institusi yang dipimpinnya. Dalam berbagai kesempatan ia mengakui tergerus dahsyatnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Itu sebabnya dalam berbagai kesempatan dihadapan pers ia menyampaikan secara implisit bagaimana upaya kerasnya untuk memulihkan kepercayaan yang terlanjur hancur tersebut. Ia menekankan jajarannya untuk mengusut secara transparan skandal Sambo seterang-terangnya. Apalagi Presiden Joko Widodo sendiri sudah memberikan perintah yang sama.

Jampidsus Febrie Ardiansyah
Jampidsus Febrie Ardiansyah

Polri sekarang sedang sibuk membersihkan dampak pengaruh buruk skandal Sambo. Kita berharap pimpinan Polri mengubah ‘musibah Sambo’ sebagai momentum positif untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Yaitu dengan mereformasi total Polri, termasuk merubah kulturnya yang terlanjur terkesan arogan di masyarakat.

Saat Polri gonjang-ganjing, nasib Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tidak lebih baik. Semenjak kasus hilangnya Harun Masiku, lembaga anti rasuah ini seakan sudah kehilangan wibawanya. Tetap melempem, meski KPK berupaya memulihkan kepercayaan itu dengan sejumlah Operasi Tangkap Tangan (OTT). OTT bukan lagi obat cepleng memulihkan kepercayaan. Apalagi seperti Polri, KPK juga tak luput dari skandal seperti menimpa seorang komisionernya.

Satu-satunya lembaga penegak hukum yang saat ini lumayan baik di mata publik hanyalah Kejaksaan Agung (Kejagung). Saat Polri dan KPK babak belur, Kejagung membuat banyak harapan positif. Melalui kampanye besar memulihkan kerugian negara, Kejagung secara konsisten melakukan penyitaan aset sampai bernilai ratusan triliun rupiah terkait kasus korupsi. Mulai Jiwasraya, Asabri sampai Duta Palma.
Dalam tiga kasus ini saja lebih 50 triliun rupiah kekayaan negara bisa dipulihkan. Walau nominal aset yang disita ini mungkin belum menutupi kerugian total negara, setidaknya Kejagung telah melampaui kontribusi semua lembaga penegak hukum terkait manfaat penegakkan hukum bagi masyarakat dan negara.

Pertanyaannya, apa yang menyebabkan Kejagung memiliki konstribusi lebih baik dari lembaga penegak hukum lainnya. Jawaban kuncinya adalah kepemimpinan. Bukan bermaksud memuji, Jaksa Agung ST Burhanuddin memang sangat berbeda dengan sejumlah Jaksa Agung sebelumnya.

Sebagai wartawan yang sekitar 20 tahun meliput di dunia penegakkan hukum, saya pernah menulis sosok Burhanuddin saat ia dilantik menjadi Jaksa Agung. Dalam karirnya ia jarang di posisi strategis. Satu sisi terlihat seperti kelemahan karena terkesan tak berpengalaman. Namun di sisi lain hal itu justru menjadi kelebihan strategis dirinya.

Mengapa? Rekam jejak yang nyaris tak pernah di posisi strategis di masa lalu, justru membuat ia tak memiliki beban masa lalu pula. Nothing to lose, istilah anak zaman now. Pasalnya kasus korupsi dari dulu sampai sekarang selalu melibatkan lingkaran itu-itu saja. Pengusaha besar yang selalu dekat dengan kekuasaan meski penguasa sudah berganti. Belum lagi bicara perkara masa lalu yang mangkrak, kini satu persatu dituntaskannya.

Sebut saja kasus Betty Halim. Namanya pernah muncul dalam perkara korupsi Edward Soeryadjaya. Namun tak kunjung jadi tersangka. Saat Burhanuddin menjadi Jaksa Agung, Betty Halim yang tak tersentuh akhirnya jadi tersangka dan diseret ke pengadilan. Konon, ia bahkan menjadi kotak pandora banyak kasus korupsi besar lainnya.

Begitu juga kasus Duta Palma. Majalah KEADILAN pernah menulis bagaimana Duta Palma Grup menggangsir kekayaan negara beberapa tahun silam. Tulisan lengkap itu membuat pejabat kejaksaan pada masa itu meminta dokumen-dokumen terkait tulisan itu. Sebagai bagian dari masyarakat yang mendukung pemberantasan korupsi, saya tentu tak keberatan menyerahkannya.

Namun sialnya, meski sudah setengah meter tebalnya dokumen diserahkan, kasus Duta Palma Grup bertahun-tahun tetap di penyelidikan. Untungnya, pada era Burhanuddin dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah, kasus Duta Palma akhirnya naik ke penyidikan. Kejagung juga akhirnya menyita belasan triliun rupiah aset terkait korupsi Duta Palma.

Sebagian uang sitaan perkara korupsi yang diamankan Kejagung.
Sebagian uang sitaan perkara korupsi yang diamankan Kejagung.

Pada titik ini, mungkin tak terlalu keliru bila ada anggapan, Kejagung setidaknya bisa menyelamatkan muka lembaga penegak hukum di tahun-tahun terakhir Pemerintahan Jokowi. Semoga bisa terus sampai nanti. Termasuk tetap membenahi oknum jaksa nakal di daerah yang kadang masih saja ‘ndablek’.

Hal terakhir memang kadang menjadi noda ditengah upaya Burhanuddin membenahi institusinya. Contoh anyar adalah upaya kriminalisasi yang dilakukan oknum Kejari Payakumbuh terhadap Kepala Dinas Kesehatan Kotamadya Payakumbuh beberapa waktu lalu. Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) nyata diframing oknum jaksa seperti fiktif.

Untungnya Pengadilan Tipikor Padang menggagalkan ‘kriminalisasi’ tersebut. Pengadilan Tipikor Padang menjatuhkan vonis bebas murni. Dan untung pula Burhanuddin bisa cepat tanggap. Oknum pejabat kejaksaan setempat kini diperiksa pengawasan dan terancam dicopot. Kita berharap, oknum jaksa yang menyalahgunakan kekuasaan seperti itu dihukum berat.

Semoga Burhanuddin konsisten dengan kontribusi positif dan sikap tegasnya untuk tak melindungi anak buah yang nakal. Tabik.