Notice: Undefined index: HTTP_ACCEPT_LANGUAGE in /home/u5395795/public_html/wp-content/plugins/allpost-contactform/allpost-contactform-language.php on line 17
KEADILAN — Evaluasi Covid-19, Ini Catatan Komnas HAM Untuk Polri
Keadilan

KEADILAN – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) telah memantau penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) oleh pemerintah melalui kementerian, lembaga termasuk Polri serta gugus tugas percepatan penanganan COVID-19. Hasilnya ada perkembangan baik dan cukup signifikan dengan sejumlah catatan.

Hal ini misalnya terlihat dari penerapan PSBB di beberapa daerah, penambahan alat dan fasilitas kesehatan, distribusi bantuan hidup langsung, kebijakan fiskal, insentif untuk sektor industri dan perdagangan maupun antisipasi adanya gangguan keamanan yang bisa mengganggu tatanan hukum dan sosial yang ada.

Kendati demikian, Komnas HAM masih mencatat adanya beberapa peristiwa yang berpotensi melanggar HAM, khususnya kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran serta menciderai prinsip-prinsip demokrasi yang menghormati perbedaan pendapat baik secara lisan maupun tulisan.

Adanya beberapa insiden yang menjurus pada pelanggaran HAM mendorong Komnas HAM mendesak jajaran Polri untuk senantiasa mempedomani norma HAM dalam melalukan penindakan hukum di masa pandemi COVID-19. Hal ini khususnya terkait dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah di Indonesia.

Menurut anggota Komnas HAM yang juga Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/ Komisioner Pemantauan & Penyelidikan, Amiruddin dalam catatan lembaganya setidaknya terdapat 8 (delapan) peristiwa yang tersebar di beberapa wilayah terkait dengan penggunaan kekuatan berlebih oleh oknum anggota POLRI, tindak kekerasan, pembatasan hak dengan ancaman, penahanan yang diduga sewenang-wenang, dugaan kriminalisasi dan penangkapan terhadap sejumlah orang saat penerapan PSBB.

Peristiwa dimaksud ialah penggunaan kekerasan terhadap korban yang menyebabkan luka-luka di Manggarai Barat, NTT, saat diamankan oleh petugas di tengah pandemi COVID-19, pembubaran rapat solidaritas korban terdampak COVID-19 WALHI di Yogyakarta, pendataan aktivis kemanusiaan Jogja, penahanan 3 (tiga) aktivis Kamisan Malang dengan alasan aksi melawan kapitalisme, dan dugaan kriminalisasi dan penangkapan terhadap salah seorang seorang peneliti kebijakan publik dengan alasan menyebarkan pesan yang mengajak orang lain melakukan tindak kekerasan.

Atas penanganan pada peristiwa tersebut Komnas HAM mengapresiasi dan mendukung proses penegakan hukum oleh POLRI. Namun Amiruddin juga memberi catatan dalam upaya penegakan hukum diantaranya pertama,  segala bentuk penggunaan kekerasan atau upaya paksa harus dilakukan dengan merujuk pada prinsip nesesitas (didasari oleh suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan hukum), proporsionalitas dan profesionalitas dalam rangka perlindungan hak memperoleh keadilan dan hak untuk hidup.

Selanjutnya bahwa hak atas kebebasan pribadi dijamin dalam ketentuan Pasal 20 – 27 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.  “Pasal-pasal tersebut merupakan indikator kebebasan pribadi dalam perspektif hak asasi manusia yang pada hakikatnya harus dirasakan oleh seluruh warga Negara Indonesia,” ujar Amiruddin.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan penanganan hukum pada masa PSBB kedepannya Amiruddin mengatakan Komnas HAM menghimbau Kapolri beserta jajarannya untuk memberikan jaminan dan perlindungan HAM dalam proses penegakan hukum sebagaimana dimandatkan dalam Peraturan Kapolri No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Selain itu Polri harus menjamin penggunaan hak atas kebebasan pribadi, khususnya hak atas berekspresi dan berpendapat seseorang atau sekelompok orang sebagai bagian dari implementasi tanggung jawab Negara, khususnya pemerintah, melalui ruang dialog, klarifikasi, dan masukan yang membangun (konstruktif) terhadap Pemerintah atas gejala yang berkembang di masyarakat.

Komnas HAM juga meminta kepada Polri sebisa mungkin menghindari tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) maupun penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of power) dalam menyikapi isu yang berkembang di masyarakat dengan tetap menjunjung HAM. BUDI SATRIA DEWANTORO